Indonesia Pamer Teknologi Pengolahan Air Bersih di World Water Forum ke-10 Bali

May 22, 2024

|

News

Nusa Dua, InfoPublik - Fair and Expo World Water Forum (WWF) ke-10 yang digelar pada 18--25 Mei 2024 di Nusa Dua Bali merupakan ajang pameran teknologi pengolahan air di negara- negara peserta WWF.

Untuk di BNDCC, terdapat 21 paviliun negara dan 126 organisasi yang mengikuti pameran. Kemudian, di Tsunami Shelter Kuta ada 70 paviliun dan di Bali Collection UMKM ada 51 paviliun.

Sebagai tuan rumah, mulai dari kementerian/lembaga, BUMN, swasta dan intitusi pendidikan di Indonesia pun ikut meramaikan pameran tersebut.

Salah satunya adalah Institut Teknologi Bandung (ITB) yang memperkenalkan alat pengolahan air bersih/ minum bernama IGW Home Ultrafilter.

Sekertaris Bidang Transfer Terknologi Lembaga Inovasi dan Kewirausahaan ITB, Rofiq Iqbal, menjelaskan IGW Home Ultrafilter buatan Prof I gede Wenten (Wakil Rektor ITB) merupakan teknologi filtrasi air minum berbasis membran yang menggabungkan empat tahapan proses secara terintegrasi dalam satu alat.

"Ini mesin penjernih air berbasis membran ultrafiltrasi. Tujuanya untuk mengelola air dari sungai, tanah dan air hujan untuk menjadi air minum," kata Rofiq Iqbal kepada InfoPublik, di BNDCC, Rabu (22/5/2024).

Ia menyatakan bahwa membaran itu dapat memisahkan zat besi, koloid, mikroba, dan partikulat secara efektif dengan tetap menjaga kandungan mineral di dalamnya.

Alat itu juga dilengkapi karbon aktif pada tahap penyaringan untuk menghilangkan bau, zat organik, dan sisa klorin bebas.

Menurut dia, perbedaan alat ini dengan alat berbasis membaran lainya adalah IGW Home Ultrafilter memiliki pori- pori yang sedikit lebih besar.

"Karena membran ultrafiltrasi ini pori- porinya tidak terlalu kecil, sehingga mineral pun masih bisa lolos. Jadi jika biasanya minum air RO mineralnya sudah nol. Padahal kan mineral juga dibutuhkan pada tubuh," jelas dia.

Hal inilah yang membuat ITB menginovasi teknologi mesin penjernih air, dengan tetap menjaga mineral- mineral tersebut masih berada di dalam air.

Kelebihan lain dari alat ini, terang dia, dengan pori- pori yang sedikit lebih besar tanpa menggunakan pompa pun air bisa lolos.

"Kita punya toren setinggi 2 meter, lalu masukan ke alat ini maka sudah bisa mengeluarkan air dengan debit sekitar 300- 500 liter perjam," kata dia.

Dengan bentuk yang fleksibel, terang dia, alat ini juga telah digunakan untuk membantu korban terdampak bencana di Indonesia, diantaranya gempa Lombok dan Palu.

"Kebetulan alat ini sering untuk kebutuhan bencana. Alat ini sangat cocok untuk membantu kebutuhan air bersih layak minum di wilayah terdampak bencana," kata dia.

Air Hujan Jadi Layak Minum

Selain dari air sungai dan air tanah, terang dia, alat ini pun bisa memproduksi bahan baku air hujan layak diminum.

Prinsip teknologinya adalah air hujan diolah menggunakan sistem membran ultrafiltrasi sehingga layak untuk diminum.

Namun demikian, jelas dia, untuk bahan baku air hujan harus terlebih dahulu dilakukan penyaringan.

"Air hujan itu biasanya PH-nya rendah. Normal PH air hujan itu sekitar 5,5. Itu sebaiknya disaring dulu menggunakan pasir dan kapur supaya bersih dari kotoran, sekaligus menambah PH-nya. Setelah itu baru menggunakan alat ini," terang dia.

Selain ITB, ada juga Bali Rain yang memamerkan produk aneka minuman berbahan dasar air hujan.

General Manager Bali Rain, Faris Herlambang Resyaputra menyatakan, bahwa ada beberapa produk minuman Bali Rain yang dipamerkan di gelaran WWF ke-10 ini. Seluruhnya berbahan dasar air hujan yang telah diproses sehingga layak untuk dikonsumsi.

"Bali Rain ini ekstraksi air hujan. Air hujan ditampung, lalu kita ekstraksi menjadi bahan yang bisa dikonsumsi," kata Faris.

Ia menyatakan ada beberapa produk minuman diantaranya, Kombucha, Kencur Boot Beer, Tonic Water, Sparkling Rainwater, dan Still Rainwater.

Menurut dia, seluruh produk tersebut diproduksi di daerah Uluwatu Bali, dengan mesin teknologi yang cukup canggih. Produk- produk tersebut pun telah tersebar di kurang lebih 20 outlet yang ada di Bali.

"Jadi sengaja kita cari area yang agak sedikit lebih tinggi untuk menghindari polusi. Jadi air hujannya akan jauh lebih bersih" jelas dia.

Pameran pada WWF ke-10 ini, jelas dia, jadi momentum untuk memberikan edukasi kepada para pengunjung bahwa air hujan setelah diekstraksi itu layak dikonsumsi.

"Untuk uji klinisnya sendiri, ternyata air hujan ini jauh lebih bersih dari pada air mineral yang sudah dikemas. Kita tidak ada mikroplastiknya, karena kita tampung air hujan ini sebelum dia menyentuh tanah," kata dia.

Kemudian, tambah dia, produk minuman Bali Rain berbahan air hujan ini juga memiliki kemasan yang cukup menarik. Sehingga minuman ini menarik generasi muda untuk mencobanya.

"Contoh, Sparkling Rainwater kita dari packaging aja, desain-nya sudah kita buat bagaimana caranya orang bisa minum air putih tapi tetap terlihat cool and fun. Jadi targetnya lebih kepada orang- orang yang healthy dan anak muda," jelas dia.

Pada gelaran WWF ke-10 ini, tegas dia, terpenting adalah Bali Rain telah ikut menjaga sumber daya air di Indonesia, khususnya di Bali. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan air hujan untuk memproduksi aneka minuman.

"Harapanya adalah kita bisa menjadi pioneer. Generasi muda kita akan sadar dengan sumber daya yang kita miliki, tanpa harus terpaku dengan sumber daya lama yang kita miliki, yang akan habis nantinya," tutup dia.

Tag: